Siang itu tepat pukul 14.00 Wib kegiatan pembinaan kepada guru TPQ Kec. Pagelaran dimulai, dari sini tepatnya di TPQ Nurul Iman Kecamatan Pagelaran saya menemukan hal baru terkait dengan metode pembelajan TPQ dengan metode Ustmani, sebenarnya pembelajaran metode ini sama dengan metode lainnya yang pada intinya memberikan pemahaman tentang bagaimana membaca Al-Qur'an dengan baik, namun yang berbeda adalah Al-Qur'an yang dibaca berbeda dengan Al-Quran yang di baca pada umumnya, Al-Qur'an versi Ustmani dari segi harakatnya berbeda dengan Al-Qur'an yang kita baca sehari-hari yang lengkap dengan harakatnya, meskipun begitu bacaannya sama.
Jika kita kembali pada sejarah awal, barangkali tidak setiap Muslim mengetahui bahwa Al-Qur'an yang banyak dibaca saat ini, dulunya berasal dari ayat-ayat Alquran yang berserakan. Namun, akhirnya lembaran ayat berserakan tersebut dikumpulkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan, yang kemudian disebut dengan mushaf Utsmani.
Istilah mushaf Utsmani sudah tidak asing lagi di telinga umat Islam. Istilah mushaf dibentuk dari kata "shahifah", yaitu bentuk jamak dari kata "shaha'if", "shuhuf". Menurut Al-Jauhari dalam kitab Ash-Shihah fi al-Lughah, shahifah berarti al-kitab. Secara bahasa, shahifah bisa diartikan sebagai lembaran-lembaran tulisan.
Kata shuhuf dinyatakan delapan kali di delapan ayat Alquran, yaitu ada di dalam surah Thaha ayat 133, surah an-Najm ayat 36, surah al-Muddatstsir ayat 52, surah 'Abasa ayat 13, surah at-Takwir ayat 10, surah al-A'la ayat 18 dan 19, dan surah al-Bayyinah ayat 2.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, mushaf Utsmani adalah mushaf dari ayat-ayat Allah SWT yang dikumpulkan kaum Muslimin pada zaman khilafah atau pemerintahan sahabat Utsman bin Affan. Mushaf Alquran tersebut dibakukan penulisannya pada tahun 25 Hijriyah atau 646 Masehi.
Pada masa kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan, mushaf masih gundul, tidak berharakat atau tidak terdapat tanda baca. Untuk menghindarkan dari kesalahan baca, lalu ahli bahasa, Abu Al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Dhu'ali, merumuskan tanda harakat dan titik atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. (Ensiklopedi Islam Jilid 4).
Dalam hal bacaan, orang yang mula-mula menaruh perhatian terhadap kemungkinan pertikaian yang terjadi di kalangan masyarakat Islam adalah Huzaifah bin Yaman. Keadaan tersebut kemudian disampaikan kepada Khalifah Utsman agar mendapatkan penyelesaian. Langkah awal yang dilakukan Khalifah Utsman adalah meminta kumpulan naskah Al-Qur'an yang disimpan Hafsah binti Umar, yaitu kumpulan tulisan yang berserakan pada zaman pemerintahan Abu Bakar. (Ensiklopedi Islam Jilid 5, hlm 142).
Khalifah Utsman kemudian membentuk suatu badan atau panitia yang diketuai Zaid bin Sabit, sedangkan anggotanya adalah Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Haris. Tugas yang harus dilaksanakan oleh tim tersebut adalah membukukan lembaran-lembaran yang lepas dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-Qur'an ke dalam sebuah buku yang disebut mushaf.
Dalam pelaksanaannya, Khalifah Utsman menginstruksikan agar penyalinan tersebut harus berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafalkan Al-Qur'an. Seandainya terdapat perbedaan dalam pembacaan, yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy. Sebab, Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Quraisy. Bahasa Quraisy merupakan bahasa yang paling mulia, bahasa yang digunakan oleh Rasulullah SAW, bahasa yang paling tinggi kedudukan tata bahasanya.
Salinan kumpulan Al-Qur'an yang dikenal dengan nama Al-Mushaf, oleh panitia tersebut diperbanyak sejumlah lima buah. Empat naskah dibawa ke Makkah, Suriah, Basra, dan Kufah. Sementara, satu naskah lagi tetap berada di Madinah yang disebut mushaf Al-Imam.
Tujuan awal pengumpulan Al-Qur'an tersebut, yaitu untuk mempersatukan semua umat Islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan Al-Qur'an . Khalifah Utsman juga memerintahkan kepada semua gubernurnya untuk segera menghancurkan semua mushaf yang ada di tengah-tengah masyarakat dan digantikan dengan mushaf yang kini disebut mushaf Utsmani tersebut.
Sejak saat itu, kaum Muslimin bersatu di atas satu mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani dirumuskan dengan nukilan yang mutawatir, sehingga tidak ada perbedaan atau perselisihan sedikit pun dalam nukilan tersebut. Mushaf Alquran yang disebut sebagai mushaf Utsmani akan tetap terpelihara di atas pemeliharaan Allah SWT sampai hari kiamat.
Sedangkan Metode Usmani merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an yang sedang berkembang saat ini. Metode usmani ini sebenarnya adalah metode ulama’ salaf yang telah lama hilang, dikarenakan percobaan metode-metode baru yang belum ada, yang mungkin bisa lebih mudah dan cepat dalam belajar membaca Al-Qur’an. namun kenyataannya sebaliknya, banyak bacaan-bacaan Al-Qur’an yang menyalahi dan keluar dari kaidah-kaidah ilmu tajwid.
Metode usmani ini menggabungkan antara tiga metode, yaitu metode riwayat, metode belajar membaca Al-Qur’an, dan metode diroyah, dan disusun dalam sebuah rangkaian dari materi yang sangat mudah untuk digunakan belajar membaca Al-Qur’an bagi semua kalangan.
Metode praktis belajar membaca Al-Qur’an usmani adalah satu karya tentang metode pembelajaran Al-Qur’an yang disusun oleh Abu Najibullah Saiful Bakhri di penghujung tahun 1430 H. tepatnya pada 17 ramadhan 1430 H. sesuai dengan bacaan Imam Asim Riwayah Hafs.
Metode praktis belajar membaca Al-Qur’an adalah pembelajaran Al-Qur’an dengan menciptakan pembelajaran yang praktis dan mudah. Sehingga dapat diterima dari berbagai kalangan. Bukan hanya anak- anak, remaja, dan dewasa. Tetapi untuk kalangan orang tua bisa menerima materi yang disampaikan guru dalam pembelajaran Al-Qur’an dengan menerapkan metode praktis belajar membaca Al-Qur’an. Dalam ayat Al- Qur’an surat al-hijr ayat 9 dapat kita jadikan sebagai landasan dalam mengajar Al- Qur’an metode usmani, yang artinya : “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar- benar memeliharanya” (Al- Hijr : 9)
Dari ayat tersebut mengandung pengertian bahwa jangan mengajar yang salah dan apapun yang dilakukan oleh seorang guru pengajar Al- Qur’an hendaklah dalam rangka menjaga kehormatan dan keaslian Al- Qur’an.
0 komentar:
Posting Komentar